PEKANBARU - 19 Agustus 2022. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau menyoroti Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar yang dinilai belum terlalu menunjukkan komitmen menegakkan Peraturan Gubernur (Pergub) Riau Nomor 9 Tahun 2021.
Direktur Eksekutif Walhi Riau, Boy Jerry Even Sembiring menjelaskan bahwa Pergub tersebut memuat Rencana Aksi (Renaksi) yang merumuskan enam target utama terkait masyarakat adat, yaitu pertama identifikasi dan penelitian Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, kedua pembentukan Gugus Tugas Masyarakat Adat, ketiga Penguatan Kelembagaan Adat keempat Pemetaan Wilayah Hutan Adat dan kelima Penetapan Peraturan (SK/Perda) Pengakuan Masyarakat Hukum Adat/Hutan Adat.
"Target masyarakat adat terkait masyarakat adat masih minim. Hal ini seharusnya tidak terjadi karena paling tidak terdapat dua Perda yang dapat digunakan untuk mengakselerasi komitmen tersebut," kata dia dalam diskusi publik bertajuk Menilik Komitmen Riau Hijau dan Posisi Masyarakat Adat di Rumah Rakyat Walhi Riau, Rabu (16/8/2022).
Kedua perda tersebut, lanjut Boy, yaitu Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya dan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Di sisa masa jabatan sebagai Gubernur, Boy mengatakan seharus Gubri Syamsuar menaruh urgensi pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dalam kerangka Riau Hijau sebagai prioritas. “Apabila dalam satu bulan ini tidak ada progres kebijakan dan tindakan signifikan yang dilakukan Gubernur, Walhi Riau menawarkan peluang penggunaan jalur litigasi kepada masyarakat adat," tegasnya.
Hal yang sama disebut Boy pernah dilakukan Walhi pada tahun 2017 ke!ka membantu beberapa masyarakat adat untuk menggunakan hak gugatnya untuk menguji Perda Nomor 10/2014. "Bukan hanya Gubernur Riau, bahkan para Bupati dan Walikota se Provinsi Riau bisa kita tarik menjadi tergugat karena abai atau sengaja tidak menggunakan kewenangannya menerbitkan kebijakan pengakuan dan perlidungan masyarakat adat,” tegasnya.
Menurut Walhi Riau, penggunaan baju adat, tari dan beragam kesenian yang selama ini sudah dilakukan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum cukup untuk menyuarakan hak masyarakat adat walau sudah cukup baik untuk mengenalkan keberagaman suku dan etnik di Indoensia. "Namun, di usia Riau yang ke-65 dan usia kemerdekaan ke-77, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus masuk ke ruang yang jauh lebih substan!f. Mengambil tindakan dan kebijakan yang memastikan masyarakat adat di Riau dan Indonesia mendapat legalitas sebagai subjek hukum dan berdaulat atas tanahnya. Sehingga, tahun ini dapat menjadi tahun terakhir, masyarakat adat dan berbagai komunitas menanyakan 'Tanah air ini milik siapa?'," ujar Boy,
Sementara itu Tenaga Ahli Gubernur Riau Bidang Lingkungan Hidup, Johny Setiawan Mundung yang juga hadir dalam diskusi itu mengatakan bahwa Gubri Syamsuar telah merespon persoalan dan aduan masyarakat adat khususnya Suku Talang Mamak secara langsung.
"Gubernur menerima langsung mereka, !dak mendisposisikannya kepada Kepala Dinas," kata dia. Terkait Riau Hijau, Johnny menjelaskan bahwa komitmen itu lahir dan dirumuskan langsung dari usulan NGO sehingga seharusnya pewujudannya bukan sekedar komitmen Gubernur, tapi komitmen bersama.
Johnny menambahkan, Pemerintah Provinsi Riau juga mengalami kendala keterbatasan kewenangan melahirkan produk hukum di tingkat kabupaten/kota. "Akselerasi proses pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di lintas kabupaten/kota tentu akan diakselerasi dengan cepat oleh Gubernur. Contohnya, penerbitan Keputusan Gubernur dalam pengakuan en!tas Masyarakat Adat Sakai yang wilayah adatnya berada di lintas Kabupaten Siak dan Bengkalis," ujarnya.
Meski begitu, Johnny mengatakan bahwa hasil diskusi itu tetap akan menjadi masukan penting bagi Pemprov Riau dan akan disampaikan kepada Gubri Syamsuar. "Semoga ditindaklanjuti langsung. Kritik dan masukan teman-teman menjadi 'penokok' untuk kami untuk mendorong tahapan penguatan kelembagaan dan kebijakan yang dibutuhkan untuk menyegerakan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Riau,” tutupnya.*