Newsroom    7 Oktober 2020

Indonesia Berduka, Pemerintah Gagal Kenali Eksistensi Masyarakat Adat

Sejak disahkannya Omnibus Law, Senin, 5/10, Indonesia dianggap benar-benar gagal mengenali eksistensi, terutama peran masyarakat adat bagi Indonesia sendiri.

Atas hal itu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), diwakili Rukka Sombolinggi sebagai Sekretaris Jenderal AMAN, mengajak seluruh masyarakat adat untuk turut berkabung dan mengibarkan bendera setengah tiang atas pengesahan Omnimbus Law tersebut.

"Mari sejenak seluruh rakyat Indonesia, kita naikkan bendera setengah tiang sebagai simbol duka atas pengesahan UU Omnibus Cilaka (Cipta Kerja)," tutur Rukka, Selasa (6/10).

Rukka memastikan UU Cipta Kerja sama sekali tidak melibatkan masyarakat adat dalam bersuara menyampaikan pendapatnya. Padahal selama ini, mereka adalah orang-orang yang sering bersinggungan dengan investor ketika masuk ke wilayah adat.

Duka akibat kegagalan pemerintah Indonesia ini juga sempat disinggung pada tahun 2019 lalu, tepatnya pada Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS). “Sampai saat ini, negara masih melihat masyarakat adat sebagai ancaman,” kata Rukka waktu itu.

Banyak pihak menilai, Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja yang banyak menyudutkan masyarakat adat dan melanggar Hak Konstitusional Masyarakat Adat ini, pembuatannya oleh pemerintah terkesan tergesa-gesa, seolah dianggap maha penting dari sekian banyaknya permasalahan di masa pandemi ini.

Berbanding terbalik dengan RUU Masyarakat Adat yang gagal disahkan, meski sudah dua periode DPR dibahas, yang mana di tahun ini merupakan periode kali ketiga. Hal tersebut membuktikan pandangan sebelah mata yang dialami masyarakat adat Indonesia.

Sebuah riset yang dilakukan oleh AMAN pada tahun 2018, menunjukkan bahwa nilai ekonomi pengelolaan sumber daya alam (SDA) di enam wilayah adat mampu menghasilkan 159,21 Miliar Rupiah per tahun. Sedangkan, nilai jasa lingkungan yang dihasilkan masyarakat adat mencapai 170,77 miliar rupiah per tahun, yang telah mendorong perekonomian daerah.

Enam wilayah adat tersebut adalah Lebak Banten, Kajang Bulukumba, Enrekang Sulawesi Selatan, Sintang Kalimantan Barat, Kepulauan Mentawai Sumatera Barat dan Sorong di Papua Barat.

Di sisi lain, kontribusi Masyarakat Adat Kinipan yang sudah turun-temurun melestarikan hutan terakhir Laman Kinipan di Kalimantan Tengah, yang kini berkonflik dengan PT. Sawit Mandiri Lestari (SML), membuktikan betapa pentingnya peran masyarakat adat dalam menjaga kelestarian lingkungan hijau Indonesia.

Peran masyarakat adat dalam pembangunan ekonomi daerah, khususnya dalam pelestarian lingkungan hidup sudah sangatlah besar. Namun, sungguh disayangkan, bukannya dihargai, melalui Omnibus Law masyarakat adat malah seperti ingin dibunuh secara perlahan.

Reporter: CR-03

Maton house blok D nomor 7 Jl Bakti VI, Kelurahan Tengkerang Barat
Phone: 082269559867
Copyright @2024. Green Radio Line